Chit chat

Minggu, 1 Januari 2017

Disaat semua orang terlarut dalam euforia malam tahun baru, berpesta, bercanda ria, bercengkrama bersama orang terdekat, saling mengucapkan selamat tahun baru, ada seorang anak yang yang sedang gelisah, mencari pertolongan kesana kemari tanpa mendapatkannya.


Malam tahun baru seperti biasa kulewati di Gereja, berdoa mengawali tahun yang baru, memohon penyertaan Tuhan untuk setahun yang akan kulewati. Dan saat ibadah selesai kami pulang kerumah.


Pukul setengah 4 kami tiba, setelah membasuh diri kami menyantap berkat yang diberikan sebagai jamuan kasih dari gereja. Setengah jam kemudian kamipun bersiap untuk tidur. Saat tulah kudengar ada suara ketukan di pintu kami diiringi dengan suara memanggil yang gelisah. Tidak ada balasan yang kami berikan karena kami dalam kondisi kelelahan. Dan suara itupun berlalu.

Pukul setengah 6 pagi, saya mendengar kembali ketukan itu, dengan nada gelisah itu juga. Ibuku terbangun lalu menanggapinya. Kudengar ibuku keluar mengikuti suara itu. Semenit kemudian ibuku masuk kembali kerumah, dengan nada panik membangunkanku. Ternyata suara itu adalah suara anak yang tinggal disebelah rumah. Ia panik, karena ayahnya dalam keadaan stroke, tidak dapat bergerak lagi.

Sayapun bergegas bangun, melihat kondisi beliau. Beliau terbujur kaki dengan mata yang menatap kosong. Disitu terlihat istrinya histeris, menangis tak henti-hentinya. Disitu ada hal yang baru kusadari: suara yang kudengar semalam bukanlah halusinasi, tapi benar-benar nyata.

Sang anak bercerita dengan terisak bahwa ia telah berjam-jam telah mencari pertolongan namun tidak ditemuinya. Ayahnya telah berada dalam kondisi ini selama kurang lebih 4 jam. Saya terdiam, tak tahu harus berbuat apa-apa, ditengah kondisi yang seperti itu dan kondisiku yang belum sepenuhnya sadar dari tidur.

Singkat cerita dengan susah payah saya berusaha menggendong beliau dari tempat tidur hingga turun kebawah. Kesulitan pertama yang saya hadapi adalah beliau bertubuh jangkung, sulit bagiku untuk membopong dengan tubuh yang tidak sama tinggi. Yang kedua adalah tubuh beliau sedang kaku, menambah kesulitan membawa tubuh beliau. Namun dengan susah payah dapat juga kubawa turun, walau sempat gigi beliau mengenai ubun-ubunku.

Perjalanan menuju klinik terdekat juga tidak kalah sulitnya. Beliau yang dalam kondisi mematung harus kujaga agar tidak jatuh dan disaat bersamaan saya harus membawa motor. Diperjalanan itu ada hal yang entahkah menggelikan atau mengesalkan. Beliau buang air kecil!

Sampai di klinik ternyata klinik tersebut tidak mampu menanganinya sehingga harus dibawah ke RSUD. Saya diminta tolong oleh istri beliau untuk memanggilkan taksi. Dan dengan taksi itulah beliau dibawa ke RS. walau dengan kesulitan yang sangat besar karena taksi tersebut tidak muat dengan tubuh beliau yang jangkung dan kaku sehingga perlu perjuangan untuk memasukkan beliau.

Setelah tiba di RS langsung menuju UGD. Beliau lalu diperiksa oleh seorang dokter. Setelah pemeriksaan dokter memanggil istri beliau bersama saya. Beliau menerangkan bahwa kondisi beliau ini sudah tidak memungkinkan. Disitu saya melihat istri beliau, mencoba tabah mendengar berita tersebut. Saya lalu berdiri menuju ranjang beliau. Saya menatap beliau. Jujur dalam tiga bulan berada di kontrakan itu, saya hanya seminggu sekali pulang, sehingga saya tidak mengenal beliau sama sekali. Tapi entah mengapa saya merasa telah mengenal lama beliau dan mendoakannya lekas sembuh. Saya lalu melirik ranjang disebelahnya, ada seorang pria tua juga terbaring kaku. Keluarganya menunggu disitu. Saya lalu kembali ke istri beliau, meminta ijin kembali untuk berganti pakaian dan menjemput anaknya.

Sekembalinya di RS, saya memperhatikan kembali ranjang beliau. Anaknya langsung berdiri disampingnya, meremas-remas tangannya, meminta agar ayahnya cepat sembuh. Saya melihat dari jauh dipenuhi rasa takut, gelisah, entah apa yang harus kuperbuat. Aku lalu melihat ranjang yang berada disebelahnya, ternyata telah berganti pasien. Mungkin pasien sebelumnya telah dipindah ke ruang rawat inap pikirku. Aku lalu mendekat ke ranjang beliau, menanyakan perihal kesehatan beliau kepada istrinya. Istrinya mengatakan kondisi beliau sedang kritis. Ia juga menceritakan bahwa pasien yang tadi berada disebelah telah meninggal dunia!

Saya shock! Baru 8 jam berlalu tahun yang baru ini dan saya telah mendengar kematian. Entah apa maksud Tuhan dibalik peristiwa ini. Tahun baru yang biasanya kulewati dengan keceriaan kini kualami dengan hal yang begitu menyeramkan. Berita kematian!

Saya keluar dari UGD, duduk di bangku luar, bersama penjenguk lainnya. Saya melihat ada yang tertidur di bangku, ada yang duduk dengan ekspresi lelah, ada juga yang panik. Saya menyandarkan diri di kursi, berusaha memahami semua ini. Hal pertama yang terlintas adalah betapa apatisnya saya. Saya jelas-jelas mendengar suara ketukan itu, saya jelas-jelas mendengar suara panggilan gelisah itu. Tapi saya mengabaikannya! Lalu saya mencari pembenaran lain. Anaknya mengaku bahwa ia telah menggedor semua kamar tapi tidak ada yang membuka pintunya. Aku berarti lebih baik dari mereka. Egoku berusaha membenarkan diriku.

Dari tempat duduk saya melihat anak beliau keluar, lalu menuntun sepasang suami istri masuk ke UGD. Ah, pasti keluarganya pikirku. Aku lalu ikut masuk, lalu berkenalan dengan mereka. Mengobrol tentang bagaimana kondisi beliau dan perjalanan hingga tiba di RS.

Tiba-tiba dari dalam kamar mandi terdengar teriakan minta tolong. Semua perawat lalu bergegas menghampiri, banyak orang berbondong-bondong melihat. Petugas keamanan berlari ikut membantu. Ternyata itu adalah pasien disebelah ranjang. Pasien tersebut bertubuh gemuk, digotong oleh 3 orang petugas. Namun bukan itu yang menjadi pusat perhatianku. Yang menjadi perhatianku adalah mukanya telah berwarna biru! Istrinya menangis menjerit disampingnya. Sungguh pemandangan yang baru kulihat seumur hidupku. Dokter bergegas menghampiri, menyalakan alat kejut jantung ke tubuh beliau. Sekali, dua kali, tiga kali, grafik itu tetap datar. Dicoba lagi, namun Tuhan telah memanggil beliau. Pertama kalinya saya melihat seseorang meninggal dunia di depan mataku. Istri almarhum histeris, ditahan oleh keluarganya hingga jatuh pingsan. Saya lalu berjalan perlahan keluar. Kembali duduk di ruang tunggu.

Pikiran kedua yang terlintas dibenakku adalah apa makna dibalik semua ini. Apakah rencana Tuhan dibalik semua hal yang baru kulihat. Apakah ini sebuah peringatan? Pikiranku dipenuhi berbagai macam pertanyaan hingga perutku mulas. Semua makanan yang kusantap tadi subuh rasanya ingin keluar. Lemas rasanya memikirkan semua ini.

Handphoneku bergetar. Sebuah panggilan dari ibuku. Saya mengangkatnya, menjelaskan semua keadaannya. Ibuku menyuruhku untuk makan, tapi aku menolaknya, mengatakan bahwa nafsu makanku hilang memikirkan semua ini. Ibuku lalu menutup telpon dengan menitipkan salam buat istri beliau.

Aku kembali ke ranjang beliau. Mengobrol dengan istri beliau sekedar bertanya tentang bagaimana keadaan beliau, walau saya tahu pasti keadaanya dari monitor yang menampilkan detak jantungnya. Ingin saya mengatakan "semoga beliau lekas sembuh bu" atau "yang tabah yah bu, cobaan pasti berlalu" ataupun kalimat penghiburan lainnya. Tapi lidahku kelu, saya merasakan betapa berat rasanya berada di posisi itu. Saya lalu melihat anaknya. Seorang gadis belia berumur kira-kira 13 tahun, sangat sedih, takut, bimbang, gelisah, semuanya terpancar dari raut mukanya.

Bersambung...

Komentar

Postingan Populer